Tak Butuh Superhero buat Memecundangi CIA
![]() |
| sumber : pinterest.co.uk |
Jason Bourne buat
saya dan istri saya sudah menjadi semacam idola. Dari berbagai macam film aksi
laga yang pernah kami tonton, cuma mas Bourne ini yang kami anggap paling layak
diidolakan.
Pertama, karena Mas
Bourne bukan superhero. Dia manusia biasa yang bisa dengan gampang berdarah
kalau ditonjok, semaput kalo jatuhnya kejauhan atau kena hentakan bom. Ia
meringis, pucet dan napasnya tersngal kalo peluru musuh menembus bagian
badannya.
Jangan bayangkan
dia seperti seniornya, Cak Steven Seagal yang rambutnya tetap klimis mski baku
hantam dengan orang seperumahan. Seagal kelihatan kemringet pun enggak, boro2
capek. Namanya senior, ya memang harus lebih digdaya dari junior.
Jangan gambarkan
juga dia seperti Steve Roger dengan tameng gambar bintangnya yang lincah
melenting ke sana kemari melawan gravitasi, menjungkalkan musuh2 dengan enteng
bak membanting kartu remi atau melemparkan moge seperti mbandemi wit pelem
dengan krikil. Kapten dari masa lalu ini sih memang sudah didoping permanen
oleh bapaknya Tony Stark. Makanya kuat bener dia.
Tak usah bandingkan
juga dengan Ironman isi Tony Stark kala ditanya Kapten Roger saat Loki tiba2
digotong oleh Thor dari pesawat mereka.
"Do you have a
plan to attack?"
"Yes! Attack !"
Mentang2 punya baju
zirah super canggih, Ironman sangat pede main gasak. Memang sih, Tony
digambarkan sebagai sosok yg overconfidence cenderung congkak, meski dia bukan
sombong tanpa isi. Dia yakin betul
dengan keunggulan pakaian tempur ciptaannya, bagus itu. Tony juga rajin riset
dan mengupgrade kemampuan baju tempurnya. Tapi sekali lagi, Mas Bourne bukan
superhero seperti beliaunya.
Karena bukan
superhero, mas idola saya ini harus benar-benar mengasah insting, naluri dan
refleknya selain melatih otot2 badan. Kalo nggak, habis dia dijotosi atau
ditembaki.
Mas Bourne selalu
dalam keadaan siaga, karena bahaya bisa mengintai kapan saja. Dia juga selalu
"prepare for the worst", selalu siap mengatisipasi kejadian terburuk.
Plan A, plan B, plan C dan seterusnya, plus alur yang harus ditempuhnya, semua
sudah dipikirkan.
Ingat, pepatah
mengatakan kejayaan/kemenangan adalah milik orang yang siap.Tak ada orang yang
benar-benar tahu situasi apa yang bakal dihadapinya besok, nanti atau semenit
lagi!
Menjalankan rencana
A, B atau C juga butuh mental, insting, kekuatan dan berbagai keahlian. Percuma
punya skenario ndakik2 tapi nggak mampu melakoni karena kurang nyali atau
kurang ahli. Makanya harus diasah.
Kalau pun
situasinya masih saja tak terakomodir dalam plan manapun, fisik harus siap
menahan gempuran. Awake kudu bakoh.
Nggak cuma mengandalkan minuman berkafein eh, berenergi yang minumnya
harus sampai nyiprat dan tumpah2. Jadi kalaupun kena gampar tokoh antagonis,
nggak langsung semaput, slow motion kejedot meja, trus kepalanya dibalut
selapis perban melingkar ala-ala
sinetron penguasa layar kaca nasional sepanjang malam.
Di kacamata
motivator, apa yang dilakukan jagoan yang dikisahkan bernama asli David Webb
ini pastilah akan dihubungkan dengan cara menghadapi berbagai kesulitan dalam mencapai kesuksesan.
Kira-kira begini :
“ Setiap usaha yang
ingin mencapai kesuksesan harus berani menghadapi berbagai risiko dan
rintangan. Jangan pernah menyerah! Lakukan riset dan rencanakan segalanya
dengan baik! Niscaya kesuksesan akan lebih mudah diraih. Salam sukses yes!”
(Caranya biar ndak menyerah gimana mas, kalau nggak
sukses-sukses juga?)
“Jangan menyerah.
Kalau anda gagal, segera bangkit dan mulailah lagi! Kegagalan adalah tahap
menuju kesuksesan. Tidak ada kesuksesan
tanpa rintangan dan kesulitan. Salam sukses yes!”
(Lha iya mas, caranya gimana? Lha kalau modal saya sudah
habis semua, anak istri butuh makan, trus gimana mas?)
“Lakukan riset dengan
baik. Riset sangat penting bagi sebuah usaha yang ingin sukses. Semua risiko
bisa diperkecil dengan melakukan riset. Salam sukses yes!”
(Kok muter2 aja to mas omongan sampeyan? CARANYA itu lho
mas, gimana???)
“Salam sukses yes!”
(Hak desh!!!...)
Semaput dengan
sukses....
Alasan kedua yang
membuat Mas Bourne memesona kami adalah keahliannya memecundangi tim yang memiliki peralatan canggih dan super
lengkap, seorang diri. Yes (nggak pakai sukses), seorang diri.
Tokoh yang
diperankan Matt Damon ini diceritakan beraksi pada zaman tahun 90an. Berbeda
jauh dibandingkan novel aslinya. Dalam kisah yang ditulis Robert Ludlum
tersebut, Mas Bourne berada di tahun 1970an. Itu pun sudah tidak sebelia Bourne dalam sekuel pertama dari triloginya,
Bourne Identity.
Oke, kembali ke
film. Dalam beberapa sekuel sebelumnya, Bourne harus menghadapi peralatan
spionase CIA yang masih se-era dengan
dirinya. Dia tahu betul cara kerja peralatan maupun SOP tim yang bermarkas di
Langley, Virginia ini. Gampang saja dia mengakalinya.
Tapi dalam Jason
Bourne, dia kini harus berhadapan dengan peralatan berbasis internet yang
direpresentasikan oleh Heather Lee, Direktur Cyber CIA. Jelas bukan mainan yang
dikuasainya. Ibarat tukang afdruk pas
foto hitam putih lawan printer digital di zaman kamera DSLR.
Tapi Bourne
membuktikan bahwa kecanggihan alat tak akan banyak berfaedah jika dioperasikan
oleh manusia yang tak pintar2 amat. Potret jargon the man behind the gun memang
diberi porsi yang cukup besar di sepanjang kisah Mas Bourne, pun di sekuel2
sebelumnya.
Penyebutan asset
bagi agen rahasia yang disebar di berbagai negara adalah contoh gamblang. Bagi CIA,
agen terlatih lah yang layak dianggap aset. Bukan perangkat komputer canggih
atau senjata berdaya hancur besar. Agen terlatih akan beradaptasi dan
memaksimalkan fungsi sebuah alat, bukan bergantung pada kemampuan alat. Benda
apapun bisa jadi senjata mematikan di tangan sang aset. Begitu juga dengan
perangkat standar seperti alat pelacak dan perekam.
Prinsip ini pulalah
yang berkali-kali jadi bumerang buat CIA. Bourne terbukti lebih kreatif memanfaatkan
alat standar. Pada awalnya Bourne harus kehilangan rekannya, Nicky Parson
karena tembakan musuh yang dipandu melalui pencitraan satelit, juga kehilangan
file penting yang sudah ditanami malware. Namun di pengujung kisah, giliran Si
Direktur Cyber CIA Heather Lee harus misuh2 gara-gara tak sadar semua gerak-gerik dan percakapannya direkam
Mas Bourne. Bayangkan
seorang yang dianggap paling hebat kemampuannya dalam menggunakan teknologi jaringan internet untuk mendukung berbagai misi CIA
justru dipecundangi dengan teknik spionase standar : menempelkan pelacak dan perekam di badan
target, kemudian mengikuti dari kejauhan. (saya sebut standar bukan karena saya
intel, tapi karena itu cara umum yang diketahui orang kebanyakan)
Oya,satu hal lagi. Database. Yang membuat CIA dapat menemukan atau
melacak target dengan cepat adalah karena mereka digambarkan memiliki database
yang begitu pepak dan akurat. Data apa
saja bisa mereka dapat dengan cepat, mulai dari data penduduk, data kamera
CCTV, data wilayah dan lain sebagainya. DI era apapun,
siapa yang unggul dalam data niscaya akan lebih mudah menentukan langkah
eksyen.
Sayangnya, kita
tidak punya perhatian terhadap database. Data kependudukan saja masih morat
marit. Wong nama bapak saya aja hampir nggak tercantum dalam Kartu Keluarga.
Padahal beliau kepala keluarganya. Wajar
saja kebijakan tak pernah tepat sasaran gara-gara miskinnya data yang bisa
dianut. Atau mungkin memang biar saja begitu supaya peluang cari cipratan
rejeki liar tetap terbuka...assuudahlah...saya optimis semua bakal berubah menjadi lebih baik, entah kapan.
(MASIH BERSAMBUNG KAPAN-KAPAN…)


Komentar
Posting Komentar