Mengapa Banyak Orang Memakai Tas Menclek?
Saya adalah penyuka barang-barang yang praktis dan
multifungsi. Jika bepergian, jauh atau
dekat, saya usahakan barang bawaan bisa melekat erat pada badan. Kalau
bepergian naik motor, barang yang nggak bisa nempel di badan harus bisa melekat
di motor. Melekat artinya ya nempel, lengket, nemplek, kelet kebeb..eh, kelet
aja, tidak pakai kebeb. Alasannya sederhana ; supaya tidak mengganggu gerak.
Gerak itu sesuatu yang sangat penting lho. Salah satu ciri utama mahkluk hidup adalah bergerak. Tahu kan, apa saja ciri mahkluk hidup? Bernapas, bergerak, makan, bertempat tinggal, tumbuh, reproduksi/berkembang biak dan beradaptasi. Semuanya harus terpenuhi dengan baik. Kalau ada satu saja yang terganggu maka bisa dipastikan kehidupan organisme itu akan kacau. Nggak percaya? Silakan coba sendiri. Pilih salah satu saja untuk tidak kamu lakukan. Pastilah modling!
Kembali ke soal gerak tadi. Kemampuan bergerak diberikan untuk tujuan yang vital buat hidup. Bergerak membuat mahkluk hidup bisa memenuhi kebutuhan makan, bertempat tinggal, reproduksi dan adaptasi. Emang adaptasi itu penting ya? Adaptasi pada dasarnya adalah mengubah kebiasaan agar hidup tetap bisa berjalan dengan baik. Perubahan kebiasaan ini adalah respon terhadap segala hal yang mengancam, membahayakan atau memengaruhi kualitas hidup.
Nah, berbekal ini semua, saya mencoba memahami para pengendara motor yang membawa tas (biasanya model tas punggung) secara nglengsreh alias menclek. Hmmm…apa istilah bahasa Indonesianya memakai tas punggung dengan tali yang terlalu panjang sehingga tasnya jadi seperti semi-tergeletak di sadel dan kelihatan tidak rapi? Nggak nemu kan? Paling pas ya itu tadi, nglengsreh atau menclek. Ringkas, padat, di cangkem juga lebih enak pengucapannya.
Saudara2 kita yang menclek ini entah menyadari atau tidak kalau mereka sering menempatkan hidupnya di ambang kekacauan. Dengan menyandang tas yang nglengsreh, gerak tangan bisa terganggu kalau tiba-tiba tas semakin ke bawah, merosot dari sadel motor. Atau mungkin salah satu talinya tersangkut bagian bodi motor. Apa yang terjadi kalau tangan yang tengah memegang kendali stang motor tidak bisa bergerak sebagaimana mestinya? Membayangkan saja sudah serem.
Wong berkendara normal saja jika dilakukan pada saat jam sibuk (jam berangkat sekolah, berangkat kerja dan pulang kerja) sudah cukup ‘menyeramkan’. Jalanan bertabur pengendara tak berakhlak. Mereka ini membuat segala macam peraturan lalu-lintas jadi seperti larangan untuk ghibah. Ada, jelas, detail, sanksinya berat tapi sering diacuhkan. Berbagi jalan dengan pengendara barbar harus taktis. Saya pilih cari aman dan selamat dulu yang utama, taat aturan belakangan. Karena kita bisa celaka gara2 bersikukuh taat tapi orang lain ngawur dan situasinya berpotensi membahayakan. Lha maka daripadanya itu, selain konsentrasi, kebebasan bergerak jadi syarat utama menghadapi morat-marit dinamika permukaan aspal.
Saya yakin para pelaku tas menclek ini sebenarnya bisa merasakan kalau posisi tasnya tidak stabil. Saya yakin karena Tuhan tidak membuat manusia seperti roti semir. Krimnya cuma satu sisi. Allah memberikan saraf2 peraba di hampir semua permukaan tubuh manusia, termasuk punggung. Kok bisa2nya mereka ini abai seolah tak terganggu dengan kemenclekan itu. Apa mungkin tasnya benar-benar mahal sehingga enteng dan kalo dipake jadi nggak terasa apa-apa. Kalau tas mahal, talinya dikencangkan dikit kan nggak mungkin gampang putus. Kalau putus pun masih bisa berteman, tetep jaga silaturahim...eh, apasih. Mungkiiin saking mahalnyaaa, jadi ngerasa sayang kalau talinya harus dipendekin.
“Percuma dong beli mahal kalo yang dipake cuma beberapa
centi doang?”…hahahahha, logika yang asyik.
Dugaan berikutnya adalah posisi menclek ini memang sengaja dilakukan karena dirasa lebih enteng, tidak membebani bahu dan punggung saat naik motor. Tapi kan bahaya, ndhes! Terlebih lagi kalau tasnya memang isinya banyak dan berat. Sekali merosot, badan bisa terhentak oleng ke arah jatuhnya tas. Tas hentak! ..tas hentak!... tas hentak hentak hentak!.... woh, malah nipung.
Terlepas dari duga-menduga yang nggak penting ini, saya rasa yang jauh lebih penting adalah mengetahui konsekuensinya. Bahwa hal itu punya potensi yang membahayakan diri pelaku sekaligus mengancam keselamatan pengguna jalan yang lain. Jika sudah paham konsekuensinya, maka lebih baik menjauhi sumber ancaman. Jika biasanya kita acuh tak acuh kalau melihat saudara2 kita yang melakukan tas menclek itu di jalanan, sekarang harus diubah. Waspada dan jauhi. Ini adalah adaptasi. Mengubah kebiasaan untuk menjaga keberlanjutan hidup.
Semoga kita semua dijauhkan dari segala pengendara yang
bikin emosi dan membahayaken….
(*)
Huruf [e] kata 'menclek' dan 'nglengsreh' dibaca seperti ejaan pada kata 'pendek'.
Huruf [k] kata 'menclek' dibaca seperti pada kata 'buruk'

Komentar
Posting Komentar