SUDAH PAMER APA HARI INI?

 

“Wahai manusia, awali dan hiasi seluruh harimu dengan meng-update status, niscaya ke- eksis-an mu senantiasa terjaga …”

Seandainya media sosial adalah seorang nabi, mungkin dia adalah nabi dengan pengikut terbanyak sekaligus paling pesat kenaikan jumlah umatnya. Untung saja bukan. Meskipun untuk urusan kepatuhan umat, mungkin saja sudah melebihi ketaatan terhadap seorang nabi. Bersyukurlah jika anda termasuk golongan umat yang tidak terlalu taat pada media sosial.

Meng-update status adalah salah satu bentuk ketaatan paling mendasar. Macam-macam sih jenisnya. Semuanya sah2 saja sepanjang nggak berseberangan dengan UU ITE.  Mau pamer apapun bebas.  Pamer?  Tentu saja. Apalagi tujuan update status yang paling banyak dianut kalau bukan untuk memamerkan sesuatu.

Bagi saya ada beberapa fungsi utama status pada media sosial. Kalau diurutkan dari yang terbanyak mungkin begini peringkatnya :

1. Pamer

2. Berbagi informasi Penting

3. Mencari informasi Penting.

Dah, itu aja.

“Lhah, kok ekspresi nggak dimasukkan. Mengekspresikan sesuatu kan juga bisa jadi status?”

Ya, ekspresi, curhat atau apapun istilahnya, memang sering jadi status. Tapi itu masuk dalam cabang pertama ; pamer.

Perangkap Mengasyikkan

Aplikasi media sosial merancang fitur update status untuk bisa menjangkau banyak penggunanya dengan cepat. Fitur pelengkap yang menjadi penggoda terbesar bagi peng-update status adalah rekam data terkait siapa, kapan dan jumlah pengakses status tersebut secara real time. Buat kepentingan bisnis, data ini tentu bisa jadi bahan penting untuk analisis. Pertinyiinnyi…..biripi pirsin, eh, berapa persen yang melakukannya dalam konteks bisnis?

Kalau ingin persentase detail lengkap dengan grafik silakan googling di yahoo saja. Pasti banyak tersedia. Tapi kita pakai cara gampang dan cepat, supaya nggak terlalu serius seperti seminar. Buka saja fitur status WA di masing2 smartphone kita, trus bandingkan.  Lebih banyak yang isinya promo dagangan, curhatan atau pamer yang lain?....itulah kira2 gambarannya.

“Saya nggak pamer kok, cuma mengekspresikan perasaan,” kata yang update curhatan.

“Saya nggak pamer kok, cuma ingin berbagi kebahagiaan,” kata yang update piknik atau acara makan2.

“Saya nggak pamer kok, cuma ingin berbagi, siapa tahu menginspirasi orang lain,” kata yang update kegiatan sosial.

Ini self reminder kok, buat diri saya sendiri. Siapa tahu juga bisa mengingatkan orang lain,” kata yang update kata-kata bijaksana sini.

Apapun alibinya, silakan berdialog dengan hati anda masing2. Ambil patokan gampang saja, ini hal sederhana kok. Jika setelah mengupdate status, kita  intensif menatap angka penunjuk jumlah orang yang melihat status, berarti masih ada (sekecil apapun) keinginan untuk membanggakan diri di mata orang sebanyak mungkin. Nah, sesuatu yang ditampilkan dengan keinginan untuk dilihat banyak orang, kemudian hatinya menjadi bangga terhadap apa yang ditampilkannya tersebut…. apa istilahnya?

Patokan ini tentu tidak berlaku untuk tujuan ke-2 dan ke-3, yakni terkait informasi penting.  Penting atau tidak, di antaranya bisa diukur dari :

  • -         Sangat memengaruhi kepentingan orang banyak secara langsung
  • -         Hanya untuk kepentingan diri-sendiri atau beberapa orang namun sangat berpengaruh terhadap kesehatan/keselamatan/keberlangsungan hidup secara langsung

Tapi tujuan ke-2 dan ke-3 ini sebenarnya juga tidak sepenuhnya aman. Bener sih, sangat penting untuk diketahui orang banyak, tapi jika masih terselip sedikit saja rasa bangga karena merasa sudah memberikan info penting…langsung deh kecemplung di kategori ke-1.

Kurang ajar memang si rasa bangga ini! Bikin buyar pahala…

Lha terus gimana… apa sekalian nggak usah berbagi informasi aja?

Kalo itu penting ya sampaikan saja. Nggak usah pedulikan berapa orang yang melihat status itu. Salah satu cara mudah menghindari jebakan bangga hati adalah dengan menahan diri untuk tidak mengecek jumlah penonton status.

Paling aman dan cerdas menurut saya adalah update status barang dagangan. Sifat2 minus yang menyertai update status justru menjadi positif dan penting. Segala macam pamer, pencitraan dan sebagainya wajib dilakukan untuk menjual dagangan. Dan sejatinya, promosi barang dagangan itu juga termasuk informasi penting karena terkait dengan keberlangsungan hidup secara langsung.

Bagaimana dengan status berupa kutipan ayat kitab suci?  Saya sangat menyarankan untuk berdialog secara jernih dengan hati anda sendiri. Anda sendiri yang bisa menjawabnya. Patokan mudah yang saya pakai ya itu tadi. Sudah saya sampaikan di atas.

Satu hal yang mungkin bisa jadi tambahan “pagar”, saya pernah membaca sebuah riwayat yang menceritakan bahwa para sahabat atau perawi sangat berhati-hati dalam menyampaikan ayat atau hadis. Beliau-beliau ini tidak berani menyampaikan ayat yang baru kepada orang lain sebelum mampu menjalaninya sendiri. Kalaupun riwayat ini ternyata kurang shahih, buat saya contoh kehati-hatian ini sudah cukup untuk jadi pegangan. Karena jebakan pamer dan bangga hati itu sangat tipis, bisa jadi kita abai menyadarinya.

Jangan lupa, undang-undang tidak melarang status pamer kok. Tapi itu undang-undang lho…

Tulisan enteng ini sekadar ingin merusak perangkap logika media sosial. Sekali lagi, bersyukurlah kalau anda termasuk umat yang tidak taat media sosial.

 

 

Komentar

Postingan Populer