Mending Makan Sate Kambing daripada....

wikiresepcom
Beberapa hari ini saya jadi agak malas membuka fesbuk. Isinya dikuasai oleh isu capres-cawapres melulu. Menyedihkannya lagi, ada pula beberapa teman  - yang notabene saya anggap terpelajar dan saya tahu kalau anggapan saya itu benar – yang ikut-ikutan nyampah. Si teman ini rajin banget membagikan tautan-tautan artikel yang nggak jelas kredibilitasnya. Isinya apa coba, fitnahan kepada salah satu pasangan capres-cawapres.

Saya menyebutnya fitnahan karena artikel dalam tautan tersebut hampir tidak pernah memuat wawancara apapun dengan pihak manapun. Entah darimana data yang dijadikannya bahan tulisan itu berasal. Satu-satunya senjata yang digunakan si penulis kampret ini adalah sentimen agama. Kita tahu, apapun itu jika sudah dibungkus dengan hal-hal berbau sentimen agama, pasti manjur untuk membuat orang terprovokasi.

Yang terprovokasi siapa? Ya, orang-orang yang agamanya cuma hiasan. Orang-orang yang hati dan otaknya mandul meski “hiasan” agamanya begitu centil dan menor. Sedikit-sedikit mengumbar ayat suci, sebentar-sebentar update dengan kalimat-kalimat pujian pada Sang Khalik. Padahal puja-puji kepada Sang Pencipta seharusnya merupakan ucapan yang sangat sakral, diungkapkan dengan sepenuh ketulusan, kekhidmatan dan kerendahan hati. Dan saya hampir 100 persen yakin kalau hal tersebut tidak akan pernah bisa terjadi melalui fesbuk.  Karena fesbuk dirancang sebagai ajang jual-beli respon. Orang yang mengunggah status pasti punya keinginan mendapatkan komentar atau respon dari orang lain. Tulus? Silakan berdebat dengan nurani Anda….

Okey, kembali ke teman yang punya hobi dadakan kurang bertanggung jawab itu tadi. Buat saya sebenarnya sederhana saja membedakan artikel kredibel dengan yang ngawur. Dari aspek jurnalistik, tentu harus sesuai dengan kaidah-kaidah pemberitaan yang berimbang, bertanggung jawab, edukatif, informatif dan sebagainya. Dari aspek agama, artikel apapun yang isinya menyebarkan kebencian, jelas ditulis untuk tujuan yang tidak sejalan dengan ajaran agama. Apalagi agama yang memberi rahmat dan keselamatan kepada alam semesta.

Saya tidak begitu peduli dengan pilihan teman saya tadi ataupun pilihan orang lain. Karena itu adalah hak setiap orang. Asli ! Tapi kalau sudah ikut-ikutan menyebarkan berita, isu-isu negatif yang memojokkan salah satu pasangan, mungkin saya akan mempertimbangkan lagi apakah Anda masih layak diajak berteman atau tidak. Saya ogah berteman dengan tukang fitnah, takut kecipratan dosanya.

Jokowi mungkin belum pantas jadi presiden. Pawakan (penampilan fisik) - nya saja wagu. Kemampuan pidato juga dia nggak punya. Lihat saja betapa tegangnya beliau kala mengikuti segala prosesi yang diselenggarakan KPU. Lha wong upacara bendera di balaikota Solo saja grogi.

Ia baru punya pengalaman sukses mengelola sebuah kota kecil. Saat hendak dicalonkan menjadi Gubernur DKI ia mengatakan jika semua problem kota itu sama, Solo, Jakarta, Semarang atau kota lain semua menurutnya sama. Cuma skalanya saja yang beda.

Pun, ketika menjawab pertanyaan saya ketika saya diberi kesempatan mewawancarai beliau man to man dalam sedan dinas Camry AD 1 sambil meninjau kesiapan venue Asian Paralympic Games di beberapa tempat. Waktu itu, pencalonannya sebagai orang nomor satu di Jakarta masih sebatas isu, namun sudah santer berhembus. Jokowi bilang semua problem Jakarta bisa diatasi karena dana yang tersedia sangat besar, cukup untuk merampungkan semua masalah ibukota yang sudah kronis. Tapi ini beda. Jokowi tidak akan mungkin bilang menangani Indonesia nggak jauh beda dengan mengelola Jakarta. Karena ini negara bung! Di Jakarta saja Jokowi belum sempat mengukirkan kesuksesannya karena keburu dicalonkan jadi capres.

Lalu apakah ini artinya Prabowo lebih pantas? Tidak juga. Sang jenderal belum pernah mengurus sebuah kota apalagi negara. Pengalamannya yang paling menonjol berada di lingkungan kemiliteran. Padahal memimpin militer sangat berbeda dengan memimpin dua ratus lima puluh juta jiwa lebih warga negara yang punya jutaan latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya. Dalam militer ada garis komando yang harus ditaati semua prajurit. Komanda bilang A, semua anak buah ya pasti ikut A tanpa banyak protes. Jadi meskipun yang dipimpin adalah militer satu negara, konsepnya tetap sama. Satu garis komando.

Untuk kharisma dan kemampuan berbicara di depan umum dalam forum resmi mungkin Prabowo lebih jago. Ia juga lulusan sekolah luar negeri sehingga bahasa Inggrisnya cas cis cus, lancar jaya. Tapi, jadi presiden kan bukan cuma perlu penampilan memukau dan jago ceramah.

Jadi kalau begitu, siapa yang paling cocok jadi presiden? Ya silakan Anda pikir sendiri dong. Saya tidak akan menggiring ke kubu manapun karena saya bukan tukang giring dan Anda juga pasti bukan kambing. Yang jelas, masing-masing pasangan kalau dikorek kelemahannya, pasti nggak akan ada habisnya. Belum lagi kalau dibumbui dengan isu-isu murahan.

Yang mau saya sampaikan adalah, sayangilah hati dan otak kita dengan menggunakannya sesuai fitrahnya. Jangan dibekukan sehingga membuat kita mau saja dicekok dengan informasi-informasi sampah. Daripada dimandulkan, lebih baik donorkan saja kepada orang lain yang lebih membutuhkannya.

Kalau niat nyoblos, ya jadilah penyoblos yang kritis! Jangan jadi kambing.


Karena belum tentu pihak yang menjelek-jelekkan Prabowo itu tulus mendukung Jokowi. Begitu juga sebaliknya, pihak yang menyerang Jokowi, belum tentu bertujuan untuk mendukung Prabowo sepenuh hati. Untuk keuntungan pribadi jangka panjang? Sangat mungkin-laah…

Komentar

Postingan Populer